PROFIL BIOGRAFIS
YOHANES PAUL II
(1920-2005)
Karol Józef Wojtyła, terpilih sebagai Paus pada 16 Oktober 1978, lahir di Wadowice, Polandia, pada 18 Mei 1920.
Dia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara yang lahir dari Karol Wojtyła dan Emilia Kaczorowska, yang meninggal pada tahun 1929. Kakaknya Edmund, seorang dokter, meninggal pada tahun 1932, dan ayahnya, Karol, seorang perwira non-komisioner di ketentaraan, meninggal pada tahun 1941 .
Dia berumur sembilan tahun saat menerima Komuni Pertama dan delapan belas tahun saat menerima Sakramen Pengukuhan. Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Wadowice, ia mendaftar di Universitas Jagellonian di Krakow pada tahun 1938.
Ketika pasukan Nazi yang menduduki menutup Universitas pada tahun 1939, Karol bekerja (1940-1944) di sebuah tambang dan kemudian di pabrik kimia Solvay untuk mencari nafkah dan untuk menghindari deportasi ke Jerman.
Merasa terpanggil untuk menjadi imam, dia memulai studinya pada tahun 1942 di seminari besar klandestin di Krakow, dipimpin oleh Uskup Agung Adam Stefan Sapieha. Saat itu, dia adalah salah satu penyelenggara “Teater Rhapsodik”, yang juga klandestin.
Setelah perang, Karol melanjutkan studinya di seminari tinggi, yang baru dibuka kembali, dan di sekolah teologi di Universitas Jagellonian, sampai ditahbiskan sebagai imam di Krakow pada 1 November 1946. Pastor Wojtyła kemudian dikirim oleh Kardinal Sapieha ke Roma, di mana ia meraih gelar doktor di bidang teologi (1948). Dia menulis disertasinya tentang iman sebagaimana dipahami dalam karya Santo Yohanes dari Salib. Sewaktu menjadi mahasiswa di Roma, ia menghabiskan liburannya dengan melaksanakan pelayanan pastoral di antara para emigran Polandia di Prancis, Belgia dan Belanda.
Pada tahun 1948, Pastor Wojtyła kembali ke Polandia dan diangkat sebagai kurator di gereja paroki Niegowić, dekat Krakow, dan kemudian di Saint Florian di kota itu. Dia adalah seorang pendeta universitas sampai tahun 1951, ketika dia melanjutkan studi di bidang filsafat dan teologi. Pada tahun 1953, Pastor Wojtyła mempresentasikan disertasi di Universitas Jagellonian di Krakow tentang kemungkinan mendasarkan etika Kristen pada sistem etika yang dikembangkan oleh Max Scheler. Kemudian ia menjadi profesor teologi dan etika moral di seminari tinggi Krakow dan di fakultas teologi Lublin.
Pada 4 Juli 1958, Paus Pius XII mengangkat Pastor Wojtyła sebagai uskup pembantu Krakow, dengan tahta tituler Ombi. Uskup Agung Eugeniusz Baziak menahbiskannya di Katedral Wawel (Krakow) pada 28 September 1958.
Pada 13 Januari 1964, Paus Paulus VI mengangkat Uskup Wojtyła sebagai Uskup Agung Krakow dan kemudian, pada 26 Juni 1967, mengangkatnya menjadi Kardinal.
Uskup Wojtyła mengambil bagian dalam Konsili Vatikan Kedua (1962-1965) dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam penyusunan Konstitusi Gaudium et Spes. Dia juga mengambil bagian dalam lima majelis Sinode Para Uskup sebelum dimulainya masa Kepausannya.
Pada 16 Oktober 1978, Kardinal Wojtyła terpilih sebagai Paus dan pada 22 Oktober ia memulai pelayanannya sebagai Pendeta universal Gereja.
Paus Yohanes Paulus II melakukan 146 kunjungan pastoral di Italia dan, sebagai Uskup Roma, dia mengunjungi 317 dari 322 paroki Roma saat ini. Perjalanan apostolik internasionalnya berjumlah 104 dan merupakan ekspresi perhatian pastoral yang konstan dari Penerus Petrus untuk semua Gereja.
Dokumen utamanya meliputi 14 Ensiklik, 15 Seruan Apostolik, 11 Konstitusi Apostolik, dan 45 Surat Apostolik. Dia juga menulis lima buku: Crossing the Threshold of Hope (Oktober 1994); Hadiah dan Misteri: Pada Peringatan Kelima Puluh Penahbisan Imamat Saya (November 1996); Roman Triptych, meditasi dalam puisi (Maret 2003); Rise, Let Us Be on Our Way (Mei 2004) dan Memory and Identity (Februari 2005).
Paus Yohanes Paulus II merayakan 147 beatifikasi, di mana dia memproklamasikan 1.338 berkat, dan 51 kanonisasi, dengan total 482 orang kudus. Dia menyebut 9 konsistori, di mana dia menciptakan 231 Kardinal (ditambah satu di pori). Dia juga memimpin 6 pertemuan pleno College of Cardinals.
Sejak tahun 1978, Paus Yohanes Paulus II mengadakan 15 sidang Sinode Para Uskup: 6 sesi umum biasa (1980, 1983, 1987, 1990, 1994 dan 2001), 1 sesi umum luar biasa (1985) dan 8 sesi khusus (1980, 1991, 1994, 1995, 1997, 1998 (2) dan 1999).
Pada 3 Mei 1981, sebuah percobaan dilakukan terhadap kehidupan Paus Yohanes Paulus II di Lapangan Santo Petrus. Diselamatkan oleh tangan ibu Bunda Allah, setelah lama tinggal di rumah sakit, dia memaafkan percobaan pembunuhan itu dan, sadar telah menerima hadiah yang besar, mengintensifkan komitmen pastoralnya dengan kemurahan hati yang heroik.
Paus Yohanes Paulus II juga menunjukkan kepedulian pastoralnya dengan mendirikan banyak keuskupan dan batasan gerejawi, dan dengan mengumumkan Kode Hukum Kanonik untuk Gereja-Gereja Latin dan Oriental, serta Katekismus Gereja Katolik. Dia memproklamasikan Tahun Penebusan, Tahun Maria dan Tahun Ekaristi serta Tahun Yubileum Agung 2000, untuk memberikan Umat Allah pengalaman spiritual yang sangat intens. Ia juga menarik perhatian kaum muda dengan memulai perayaan Hari Pemuda Sedunia.
Tidak ada Paus lain yang bertemu orang sebanyak Paus Yohanes Paulus II. Lebih dari 17,6 juta peziarah menghadiri Audiensi Umum Rabu (yang berjumlah lebih dari 1.160). Ini tidak termasuk audiensi khusus dan upacara keagamaan lainnya (lebih dari 8 juta peziarah di Tahun Yubileum Agung 2000 saja). Dia bertemu jutaan umat beriman selama kunjungan pastoralnya di Italia dan di seluruh dunia. Dia juga menerima banyak pejabat pemerintah dalam audiensi, termasuk 38 kunjungan resmi dan 738 audiensi dan pertemuan dengan Kepala Negara, serta 246 audiensi dan pertemuan dengan Perdana Menteri.
Paus Yohanes Paulus II meninggal di Istana Apostolik pada 9:37 malam. pada hari Sabtu, 2 April 2005, vigil of Sunday in albis atau Divine Mercy Sunday, yang telah dia dirikan. Pada 8 April, pemakaman khidmatnya dirayakan di Lapangan Santo Petrus dan dia dimakamkan di ruang bawah tanah Basilika Santo Petrus.
Yohanes Paulus II dibeatifikasi di Lapangan Santo Petrus pada 1 Mei 2011 oleh Paus Benediktus XVI, penerus langsungnya dan selama bertahun-tahun kolaboratornya yang berharga sebagai Prefek Kongregasi untuk Doktrin Iman.
Dia dikanonisasi pada 27 April 2014, bersama dengan Paus Yohanes XXIII, oleh Paus Francis.
Dari Booklet for the Celebration of the Canonization of Blesseds Yohanes XXIII dan Yohanes Paulus II, 27 April 2014
© Hak Cipta – Libreria Editrice Vaticana
-sumber: vatican.va
—
Informasi Sumber Wikipedia:

| Masa kepausan dimulai | 16 Oktober 1978 |
|---|---|
| Masa kepausan berakhir | 2 April 2005 |
| Pendahulu | Yohanes Paulus I |
| Penerus | Benediktus XVI |
| Tahbisan imam | 1 November 1946 oleh Adam Stefan Sapieha |
| Tahbisan uskup | 28 September 1958 oleh Eugeniusz Baziak |
| Pelantikan kardinal | 26 Juni 1967 oleh Paulus VI |
| Nama lahir | Karol Józef Wojtyła |
| Lahir | 18 Mei 1920 Wadowice, Republik Kedua Polandia |
| Meninggal | 2 April 2005 (umur 84) Istana Apostolik, Vatikan |
| Kewarganegaraan | Polandia (juga kewarganegaraan Vatikan) |
| Denominasi | Katolik Roma (Gereja Latin) |
| Jabatan sebelumnya | Uskup Auksilier Kraków, Polandia (1958-64); Uskup Tituler Ombi (1958-64); Uskup Agung Kraków, Polandia (1964-78); Kardinal-Imam San Cesareo in Palatio (1967-78) |
| Moto | Totus Tuus (Sepenuhnya milik-Mu) |
| Pesta | 22 Oktober |
| Penghormatan | Gereja Katolik Roma |
| Beatifikasi | 1 Mei 2011 Lapangan Santo Petrus, Kota Vatikan oleh Benediktus XVI |
| Kanonisasi | 27 April 2014 Lapangan Santo Petrus, Kota Vatikan oleh Paus Fransiskus |
Santo Paus Yohanes Paulus II (Latin: Ioannes Paulus PP. II, Italia: Giovanni Paolo II, Polandia: Jan Paweł II, Inggris: John Paul II) yang nama aslinya: Karol Józef Wojtyła, lahir di Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920 – meninggal di Istana Apostolik, Vatikan, 2 April 2005 pada umur 84 tahun adalah Paus, Uskup Roma, dan kepala Gereja Katolik Roma sejak 16 Oktober 1978 hingga kematiannya. Dia juga pemimpin dari Negara Kota Vatikan, negara berdaulat dengan luas terkecil di dunia.
Paus Yohanes Paulus II dilantik ketika berusia 58 tahun pada 1978. Dia adalah Paus non-Italia pertama sejak Paus Adrianus VI, yang menjabat untuk sesaat antara tahun 1522-1523. Dia memerangi komunisme, kapitalisme yang tak terkendali dan penindasan politik. Dia dengan tegas melawan aborsi dan membela pendekatan Gereja Katolik Roma yang lebih tradisional terhadap seksualitas manusia.
Dia telah melakukan lawatan 129 negara selama menjadi Paus dan menjadi pemimpin dunia yang paling banyak melawat dalam sejarah. Dia berbicara dalam bahasa-bahasa Italia, Prancis, Jerman, Inggris, Spanyol, Portugis, Ukraina, Rusia, Kroasia, Esperanto, Yunani Kuno dan Latin selain bahasa ibunya bahasa Polski. Sebagai bagian dari wewenang panggilan sucinya yang universal, ia telah melakukan beatifikasi terhadap 1.340 orang dan melakukan kanonisasi 483 santo/santa, lebih banyak dari gabungan beatifikasi dan kanonisasi yang dilakukan pendahulunya selama lima abad terakhir.
Selain itu, masa tugasnya sebagai Paus adalah yang ketiga terlama dalam sejarah, setelah Paus Pius IX dan Santo Petrus. Pada tahun 1989, ia mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah, dan DIY) dan Dili (Timor Timur). Setelah berkunjung ke Indonesia, komentarnya ialah: “Tidak ada negara yang begitu toleran seperti Indonesia di muka bumi.”
Pada 19 Desember 2009, Yohanes Paulus II telah mendapat gelar venerabilis dari penerusnya Paus Benediktus XVI dan sebagai langkah pendahulu sebelum beatifikasi pada 1 Mei 2011.
Biografi
Kelahiran masa muda
Karol Józef Wojtyła (dilafalkan sebagai: voi-TI-wa; IPA: /ˈkarɔl ˈjuzef vɔjˈtɨwa/) lahir pada 18 Mei 1920 di Wadowice, Polandia selatan, sebagai seorang anak ketiga dari opsir pada Tentara Kekaisaran Habsburg Austria, yang juga bernama Karol Wojtyła dan Emilia Kaczorowska, yang seorang keturunan Lituania. Ibunya meninggal pada 13 April 1929, ketika ia berusia delapan tahun. Kakak perempuan Karol, Olga meninggal pada waktu bayi sebelum kelahiran Karol; dengan demikian dia tumbuh dan dekat dengan kakaknya Edmund yang lebih tua 14 tahun, dan punya panggilan Mundek. Namun, pekerjaan Edmund sebagai dokter mengakibatkan kematiannya karena skarlatina (scarlet fever). Hal ini sangat mempengaruhi Karol.
Sebagai remaja, Wojtyła adalah seorang atlet dan sering bermain sepak bola sebagai penjaga gawang. Masa kecilnya terpengaruh kontak intensif dengan komunitas Yahudi. Pertandingan sepak bola sering diadakan antara tim Yahudi dan Katolik, dan Wojtyła biasanya secara sukarela akan menawarkan diri menjadi penjaga gawang cadangan di tim Yahudi jika kekurangan pemain.
Pada pertengahan 1938, Karol Wojtyła dan ayahnya meninggalkan Wadowice dan pindah ke Kraków, di mana dia masuk ke Universitas Jagiellonian. Sambil belajar filologi dan berbagai bahasa di universitas, dia menjadi pustakawan sukarela dan juga harus ikut serta dalam wajib militer di Legiun Akademik Resimen Infanteri ke 36 Polandia, namun dia penganut pasifisme dan menolak menembakkan senjata. Dia juga tampil di beberapa grup teater dan menjadi penulis naskah drama. Selama masa itu, kemampuan berbahasanya berkembang dan dia belajar 12 bahasa asing, sembilan diantaranya kemudian dipakai terus ketika menjadi Paus (Bahasa Polandia, Slowakia, Rusia, Italia, Prancis, Spanyol, Portugis, Jerman, dan Inggris, ditambah dengan pengetahuan akan Bahasa Latin Gerejawi).
Pada tahun 1939 terjadi pendudukan pendudukan Nazi dan menutup universitas tempatnya belajar setelah invasi terhadap Polandia. Semua warga yang sehat diwajibkan bekerja, dari tahun 1940 sampai 1944, Wojtyła bekerja berbagai macam mulai dari pencatat menu di restoran, pekerja kasar tambang batu kapur, dan di pabrik kimia Solvay untuk menghindari dideportasi ke Jerman.
Ayahnya, seorang bintara di Angkatan Darat Polandia, meninggal karena serangan jantung pada 1941, meninggalkan Karol seorang diri dari sisa keluarga. “Saya tidak ada pada saat kematian ibu saya, saya tidak ada pada saat kematian kakak saya, saya tidak ada pada saat kematian ayah saya” katanya, menceritakan masa-masa kehidupannya ketika itu, hampir empat puluh tahun kemudian, “Pada usia 20, saya sudah kehilangan semua orang yang saya cintai”.
Makam orang tua Paus Yohanes Paulus II di Pemakaman Rakowicki di Kraków, Polandia
Dia kemudian mulai berpikir serius untuk menjadi pastor setelah kematian ayahnya, kemudian panggilan imamatnya perlahan menjadi ‘sesuatu yang mutlak dan tak terbantahkan.’ Pada Oktober 1942, dengan meningkatnya keinginan untuk menjadi pastor, dia mengetuk pintu Wisma Uskup Agung di Kraków, dan menyatakan bahwa dia ingin belajar menjadi pastor. Tidak lama kemudian, dia mulai belajar di seminari rahasia yang dijalankan oleh uskup agung Kraków Kardinal Adam Stefan Sapieha.
Pada 29 Februari 1944, Wojtyła tertabrak oleh truk Nazi Jerman. Tak diduga, perwira Wehrmacht Jerman kasihan padanya dan mengirimkannya ke rumah sakit. Dia menghabiskan waktu dua minggu untuk pulih dari gegar otak dan luka bahu. Kecelakaan ini dan penyelamatannya membuatnya makin yakin dengan panggilan imamatnya.
Pada 6 Agustus 1944, ‘Minggu Hitam’, Gestapo mengumpulkan para pria muda di Kraków untuk menghindari demonstrasi yang serupa dengan demonstrasi di Warsawa. Wojtyła selamat dengan bersembunyi di ruang bawah tanah rumah pamannya di 10 Tyniecka Street, ketika tentara Jerman mencari di lantai atas. Lebih dari 8000 pria dan pemuda ditangkap hari itu, namun dia kemudian bersembunyi di Wisma Uskup Agung, di mana dia tetap bersembunyi sampai Jerman pergi.
Pada 17 Januari 1945 malam, Jerman meninggalkan kota, dan para pelajar mengambil kembali reruntuhan seminari. Wojtyła dan seminaris lainnya secara sukarela bertugas membersihkan tumpukan kotoran beku dari jamban. Bulan itu, Wojtyła menolong seorang gadis pengungsi Yahudi berusia 14 tahun bernama Edith Zierer yang melarikan diri dari perkampungan buruh di Częstochowa. Setelah terjatuh dari peron stasiun kereta, Wojtyła membawanya ke kereta dan menemaninya hingga selamat sampai Kraków. Zierer sangat berterima kasih pada Wojtyła yang menyelamatkan hidupnya hari itu. B’nai B’rith sebuah organisasi Yahudi dan beberapa otoritas lainnya menyatakan bahwa Wojtyła telah menolong dan melindungi banyak Yahudi Polandia lainnya dari Nazisme.
Menjadi Paus
Lambang Paus Yohanes Paulus II dengan Salib Maria. Huruf M untuk Santa Perawan Maria, ibu Yesus, yang mana merupakan pengabdiannya (devosi)
Agustus 1978, pada wafatnya Paus Paulus VI, Kardinal Karol Wojtyła menghadiri konklaf Paus yang memilih Albino Luciani, Kardinal Venesia, sebagai Paus Yohanes Paulus I. Pada usia 65, Luciani bisa dikatakan masih muda sebagai Paus. Wojtyła pada usia 58 masih bisa mengharapkan untuk menghadiri sebuah konklaf Paus lainnya sebelum mencapai usia 80 tahun (usia maksimal dalam mengikuti konklaf). Namun tidak diduga bahwa konklaf berikutnya datang begitu cepat pada 28 September 1978, hanya 33 hari setelah menjabat, Paus Yohanes Paulus I wafat. Pada Oktober 1978 Wojtyła kembali ke Vatikan untuk menghadiri konklaf kedua dalam waktu kurang dari dua bulan.
Konklaf kedua pada tahun 1978 diadakan pada 14 Oktober, sepuluh hari setelah pemakaman Paus Yohanes Paulus I. Pada konklaf ada dua kubu yang sama-sama memiliki calon kuat: Kardinal Giuseppe Siri, kubu konservatif yang merupakan Uskup Agung Genoa, dan Kardinal Giovanni Benelli, kubu liberal yang merupakan Uskup Agung Firenze (Florence) dan seorang teman dekat Paus Yohanes Paulus I.
Pendukung Benelli begitu yakin bahwa ia bisa terpilih, pada putaran pemungutan suara pertama, Benelli memenangkan sembilan suara. Namun, dari skala oposisi berarti suara yang diperoleh para calon tidak mencukupi untuk menjadi yang terpilih. Kardinal Franz König, Uskup Agung Wina, mengusulkan kepada para rekan pemilih lainnya untuk mengajukan kandidat kompromi: Kardinal Karol Józef Wojtyła dari Polandia. Wojtyła akhirnya memenangkan pemilihan dengan delapan surat suara pada hari kedua, menurut media Italia, 99 suara dari 111 pemilih memilihnya. Dia kemudian memilih nama Yohanes Paulus II untuk menghormati pendahulunya, dan asap putih muncul untuk memberitahu khalayak yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus bahwa seorang Paus telah terpilih. Dia menerima pemilihannya dengan kata-kata: ‘Dengan ketaatan dalam iman Kristus, Tuhanku, dan dengan kepercayaan pada Bunda Kristus dan Gereja, meskipun dalam kesulitan yang besar, saya menerima’. Ketika Paus baru muncul di balkon, ia telah melanggar tradisi dengan menyapa kerumunan massa.[53]
Wojtyła menjadi Paus ke-264 menurut kronologis daftar Paus dan menjadi Paus non Italia pertama sejak 455 tahun. Dengan usia 58 tahun, dia adalah Paus termuda yang dilantik sejak Paus Pius IX pada 1846, yang berusia 54 tahun. Seperti halnya pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II meniadakan penobatan kepausan tradisional yang seperti pelantikan dalam kerajaan, sebagai gantinya menerima pelantikan gerejawi yang disederhanakan pada 22 Oktober 1978. Selama pelantikan, ketika para kardinal berlutut di hadapannya untuk mengambil sumpah mereka dan mencium cincinnya, dia berdiri ketika Kardinal Stefan Wyszyński dari Polandia berlutut, menghentikannya mencium cincin dan memeluknya.
Karya dan kehidupan
Pengajaran
Paus Yohanes Paulus II di Lapangan Santo Petrus (1985)
“ Masa depan dimulai hari ini, bukan besok. ”
— Paus Yohanes Paulus II
Sebagai Paus, salah satu peran Yohanes Paulus II yang paling penting adalah untuk mengajar orang tentang agama Kristen. Dia menulis 14 ensiklik Paus dan mengajarkan tentang “Teologi Tubuh”.
Dalam suratnya Di awal milenium yang baru (Novo Millennio Ineunte) dia menekankan pentingnya semua prioritas gereja pada Yesus Kristus: “Tidak, kami tidak akan diselamatkan oleh program namun oleh Manusia.”
Dalam Cahaya Kebenaran (Veritatis Splendor), dia menekankan ketergantungan manusia pada Allah dan HukumNya (“Tanpa Sang Pencipta, makhluk ciptaan akan hilang”) dan “ketergantungan kebebasan pada kebenaran”. Dia mengingatkan bahwa manusia yang “menggantungkan dirinya sendiri pada relativisme dan skeptisime, akan tersesat dalam pencarian kebebasan semu jauh dari kebenaran itu sendiri”.
Dalam Iman dan Akal budi (Fides et Ratio) Yohanes Paulus II mempromosikan minat baru dalam filsafat dan pencarian kebenaran dalam hal-hal teologis. Mengambil dari berbagai jenis sumber (seperti dari Thomisme), dia menggambarkan hubungan saling mendukung antara iman dan akal, dan menekankan para teolog harus fokus pada hubungan itu.
Yohanes Paulus II juga menulis banyak tentang kelompok pekerja dan doktrin sosial dari Gereja, dituangkannya dalam tiga ensiklik. Melalui ensiklik dan banyak Surat Apostolik serta Opininya, Yohanes Paulus II membahas tentang martabat perempuan dan pentingnya keluarga dalam masa depan kemanusiaan.
Ensiklik lain termasuk Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) dan Ut Unum Sint (Supaya Mereka Semua Menjadi Satu). Meskipun banyak kritik yang menuduhnya tidak fleksibel, dia menegaskan kembali ajaran moral Katolik menentang pembunuhan, eutanasia dan aborsi yang telah ada lebih dari seribu tahun.
“ Ke mana pun arah keluarga, demikian juga arah negara dan demikian juga seluruh dunia tempat kita hidup ”
— Paus Yohanes Paulus II
Kesehatan
Taman Vatikan
Paus Yohanes Paulus II yang sakit di atas Mobil Paus pada 22 September 2004
Ketika dia menjadi paus pada 1978, Yohanes Paulus II adalah olahragawan sejati. Pada waktu yang sama, meski berusia 58 tahun masih sehat dan aktif, jogging di Taman Vatikan, latihan beban, berenang, dan hiking di pegunungan. Dia juga punya latar belakang bermain sepak bola. Media membandingkan atletisme Paus yang baru dengan sosok Paus Yohanes Paulus I dan Paus Paulus VI yang kondisi kesehatannya buruk, gemuknya Paus Yohanes XXIII dan Paus Pius XII yang sakit-sakitan. Paus modern dengan kesehatan baik hanya Paus Pius XI (1922-1939) yang bekas pendaki gunung. Sebuah artikel Irish Independent pada tahun 1980 menjuluki Yohanes Paulus II sebagai Paus yang sehat.
Yohanes Paulus II sehat sepenuhnya setelah percobaan pembunuhan pertama yang gagal, dan berolahraga dalam kondisi fisik yang mengagumkan sepanjang tahun 1980-an. Pada November 1993, ia terpeleset di atas karpet yang baru dipasang dan jatuh beberapa anak tangga, mematahkan tulang bahu kanannya. Empat bulan kemudian ia terjatuh di kamar mandi, dan tulang pahanya patah, berakibat pada perawatan di Rumah Sakit Gemelli, Roma untuk penggantian pinggul. Dia kemudian jarang terlihat berjalan di depan masyarakat setelahnya, dan mulai mengalami cara berbicara yang cadel dan mengalami kesulitan pendengaran. Kesehatan Paus yang mulai rapuh tersebut diduga karena terkena penyakit Parkinson, meski kemudian baru diungkap pada 2001 oleh ahli bedah ortopedi Italia, Dr. Gianfranco Fineschi. Kuria Romawi baru mengkonfirmasi pada tahun 2003, setelah menyimpan rahasia selama 12 tahun.
Pada Februari 2005, Paus dibawa lagi ke Rumah Sakit Gemelli karena peradangan dan pembengkakan laring, sebagai akibat terkena flu. Dia dirawat lagi setelah beberapa hari keluar rumah sakit karena kesulitan bernapas. Dilakukan trakeotomi, yang meningkatkan kemampuan bernapas Paus namun membatasi kemampuan berbicaranya, membuatnya terlihat frustrasi. Vatikan memastikan dia menjelang ajal pada Maret 2005, beberapa hari sebelum ia wafat.
Wafat dan pemakaman
Pemakaman Paus Yohanes Paulus II menjadi pelayatan terbesar dalam sejarah masa Kristen sejak Perang Salib, menarik kunjungan lebih dari 4 juta pengunjung ke Vatikan ditambah dengan lebih dari 3,7 juta penduduk yang menetap di Roma. Hanya 2 juta orang yang diizinkan untuk melihat jenazah Yohanes Paulus II.
(ki-ka) Mantan Presiden George W. Bush, First Lady Laura Bush, mantan Presiden Bush dan Clinton, dan mantan Sekretaris Negara Condoleezza Rice, memberi penghormatan disamping jenazah Yohanes Paulus II di Basilika Santo Petrus, 6 April 2005.
Umat memenuhi misa pemakaman Yohanes Paulus II, 8 April 2005.
31 Maret 2005 akibat dari infeksi saluran kemih, Yohanes Paulus II mengalami septic shock sebuah gejala penyebaran infeksi dengan demam tinggi dan tekanan darah turun, namun dia tidak dibawa ke rumah sakit. Namun mendapat pengawasan medis dari tim perawat di tempat tinggal pribadinya. Ini menandakan bahwa paus sudah mendekati ajalnya; kemungkinan juga karena keinginannya untuk meninggal di Vatikan. Hari itu juga, sumber Vatikan mengumumkan bahwa Yohanes Paulus II telah mendapat Sakramen pengurapan orang sakit oleh teman dan sekretarisnya Stanisław Dziwisz. Selama hari-hari terakhir kehidupan Paus, cahaya tetap dinyalakan menerangi malam di mana dia tinggal di lantai atas Istana Apostolik. Puluhan ribu umat berkumpul di Lapangan Santo Petrus dan jalan-jalan sekitarnya selama dua hari. Mendengar kabar ini, paus yang sedang sekarang berkata: “Saya telah mencari untuk Anda, dan kini Anda telah datang kepada saya, dan saya berterima kasih.”
Sabtu, 2 April 2005, sekitar pukul 15.30 CEST, Yohanes Paulus II mengatakan kata terakhirnya, “pozwólcie mi odejść do domu Ojca”, (“biarkan aku pergi ke rumah Bapa”), kepada pendampingnya, dan mengalami koma sekitar empat jam kemudian. Misa persiapan Minggu Kerahiman Ilahi memperingati kanonisasi Maria Faustina Kowalska pada 30 April 2000, baru dilakukan di sisi ranjangnya, dipimpin oleh Stanisław Dziwisz dan bersama dua pendamping Polandia. Juga hadir Kardinal dari Ukraina yang pernah melayani menjadi pastor bersama Paus di Polandia, juga beberapa biarawati Polandia dari Kongregasi Suster-suster Hati Kudus Yesus (Congregation of the Sisters Servants of the Most Sacred Heart of Jesus), yang melayani rumah tangga kepausan. Ia meninggal dunia di apartemen pribadinya jam 21:37 CEST (19:37 UTC) karena kegagalan jantung akibat tekanan darah rendah dan kegagalan peredaran darah, 46 hari sebelum ulang tahunnya yang ke-85. Yohanes Paulus II tidak mempunyai keluarga dekat pada saat meninggal, dan perasaannya sudah terungkap dari kata-katanya, seperti tertulis pada tahun 2000, pada testamen terakhirnya:
“ Dalam masa akhir kehidupan duniawi saya yang semakin dekat, ingatan saya kembali ke masa lalu, pada orang tua saya, pada saudara laki saya dan saudara perpempuan (yang saya tidak tahu karena meninggal sebelum kelahiran saya), pada Paroki di Wadowice di mana saya dibaptis, pada kota yang saya cintai, pada semua relasi, teman-teman SD sampai SMA dan universitas, sampai waktu saya menjadi pekerja, kemudian di Paroki Niegowic, sampai Santo Florian di Kraków, pada layanan pastoral akademisi, pada lingkungan dari … untuk semua milieux … untuk Kraków dan untuk Roma … kepada orang-orang yang dipercayakan secara khusus oleh Tuhan kepada saya. ”
Situasi Misa Requiem, 8 April 2005
Kematian Paus Yohanes Paulus II diiringi ritual berusia berabad-abad lamanya dan tradisi yang berawal sejak masa pertengahan. Upacara Pengunjungan berlangsung dari 4 April hingga pagi hari tanggal 8 April di Basilika Santo Petrus. Testamen Paus Yohanes Paulus II yang dipublikasikan pada 7 April mengungapkan bahwa paus berkeinginan dimakamkan di tanah kelahirannya Polandia namun tergantung dari para Kardinal, yang memutuskan untuk dikebumikan di gua-gua di bawah basilika.
Pada 8 April, pukul 8.00 pagi UTC, Misa Requiem dipimpin oleh Kardinal Joseph Ratzinger sebagai Dekan Dewan Kardinal dan dihadiri lebih dari 180 orang Kardinal dari berbagai negara. Misa ini menjadi misa yang memecahkan rekor dunia dalam hal jumlah kehadiran umat dan banyaknya kepala negara yang hadir. (lihat: Daftar peserta resmi pemakaman Paus Yohanes Paulus II). Ini adalah berkumpulnya para kepala negara terbesar dalam sejarah, mengalahkan pemakaman Winston Churchill (1965) dan Josip Broz Tito (1980). Empat raja, lima ratu, dan sedikitnya 70 presiden dan perdana menteri, serta lebih dari 14 pimpinan agama dari agama selain Katolik menghadiri pemakaman.
Peristiwa ini juga mungkin menjadi ziarah Kristen terbesar dalam sejarah, dengan perkiraan empat juta orang berkumpul dalam perkabungan di Roma. Sekitar 250.000 sampai 300.000 orang mengikuti peristiwa ini di Vatikan. Dekan Para Kardinal, Kardinal Joseph Ratzinger, yang kemudian menjadi paus berikutnya, memimpin upacara. Yohanes Paulus II dikebumikan di gua di bawah basilika, makam para Paus. Ia dikebumikan di liang makam yang sebelumnya dipakai jenazah Paus Yohanes XXIII. Liang itu telah dikosongkan ketika jenazah Paus Yohanes XXIII dipindahkan ke ruang lain di basilika setelah dibeatifikasi.
Pengakuan anumerta
Gelar yang Agung
Patung Paus Yohanes Paulus II (1984) dipahat oleh seniman setempat First Nations di Martyrs’ Shrine, Midland, Ontario
Sejak wafatnya Yohanes Paulus II, sejumlah imam di Vatikan dan kaum awam di seluruh dunia telah menyebutnya “Yohanes Paulus yang Agung”; hanya empat paus yang disebut demikian, dan menjadi yang pertama sejak milenium pertama.
Siswa dari Hukum Kanon mengatakan bahwa tidak ada proses resmi untuk menyatakan seorang Paus mendapatkan gelar “Yang Agung”; gelar ini muncul sendiri melalui penggunaan populer dan terus menerus, seperti juga pada kasus pemimpin sekuler (sebagai contoh, Aleksander III dari Makedonia menjadi populer dan dikenal sebagai Aleksander Agung. Tiga paus saat ini yang diketahui menyandang “Yang Agung” adalah Paus Leo I, yang memimpin dari 440-461 dan membujuk Attila (Attila the Hun) untuk mundur dari Roma; Paus Gregorius I, 590-604, yang mengilhami penamaan kidung Gregorian; dan Paus Nikolas I, 858-867.
Pengerusnya Paus Benediktus XVI, menyebutnya “Paus Yohanes Paulus II yang agung” pada pidato awalnya dari loggia Gereja Santo Petrus, dan menyebutkan Paus Yohanes Paulus II sebagai “Agung” di homili yang diterbitkan pada Misa pemakamannya (Mass of Repose).
Sejak memberikan homili pada pemakaman Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus selalu menyebut Yohanes Paulus II sebagai “yang Agung”. Pada Hari Pemuda Dunia ke-20 di Jerman 2005, Paus Benediktus XVI, berbicara dalam bahasa Polski, bahasa ibu Yohanes Paulus II, mengatakan, “Seperti Paus Yohanes Paulus II yang Agung akan berkat: jagalah api keimanan dalam kehidupanmu dan kerabat dekatmu.” Pada Mei 2006, Paus Benediktus XVI mengunjungi tanah kelahiran Yohanes Paulus II di Polandia. Selama kunjungannya, ia berulang kali menyebut “Yohanes Paulus yang Agung” dan “pendahulu saya yang agung”.
Sebagai tambahan Vatikan menyebutnya “yang Agung,” banyak surat kabar melakukannya juga. Contohnya, koran Italia Corriere della Sera menyebutnya “yang sangat Agung” dan koran Katolik Afrika Selatan, The Southern Cross, menyebutnya “Yohanes Paulus II Yang Agung”.
Beberapa sekolah di Amerika Serikat, seperti Universitas Katolik Yohanes Paulus Agung dan Sekolah Menengah Atas Yohanes Paulus Agung, dinamakan demikian setelah Yohanes Paulus II menggunakan julukan itu.
Informasi Lain
Paus Yohanes Paulus II terlahir dengan nama Karol Jozef Wojtyla di Wadowice, Polandia pada 18 Mei 1920.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Hari Ini dalam Sejarah: Paus Yohanes Paulus II Wafat”, https://internasional.kompas.com/read/2018/04/02/12300031/hari-ini-dalam-sejarah–paus-yohanes-paulus-ii-wafat.
Penulis : Ervan Hardoko
Editor : Ervan Hardoko