Sejarah Gereja Santo Fransiskus dari Asisi, Sukasari – Bogor

Awal keberadaan Paroki St. Fransiskus Asisi tidak dapat dipisahkan dari peranan para Pastor ordo Fransiskan Konventual (OFM Conv) yang sejak tahun 1938. Para konventual sudah mulai berkarya di Kota Bogor meneruskan misi yang sudah dimulai oleh para Misionaris Jesuit. Para Konventual memulai karya mereka di Gereja St. Perawan Maria di Kapten Muslihat (kini Gereja Katedral Bogor). Saat itu Kota Bogor termasuk wilayah Vikariat Apostolik Batavia (Jakarta). Selain melayani Paroki St. Perawan Maria, para Pater Konventual, Pater H. Thomas Leendres OFM Conv, Pater L. Van Den Bergh OFM Conv, Pater Hieronymus Van Vliet OFM Conv, Pater Desiderius Van De Ridder OFM Conv, Pater H.T Looymans OFM Conv dan Pater A Leuvisse OFM Conv sudah memikirkan untuk mengembangkan karya pelayanan misi mereka. Tempat yang dipilih oleh para misionaris Konventual salah satunya adalah Bondongan. Di tempat ini Pater Desiderius Van De Ridder OFM Conv pada tahun 1955 memulai sebuah kapel yang sederhana.

Bangunan kapel masih sangat sederhana, atapnya dari genteng sementara dindingnya masih dari bambu. Dana pembangunan Kapel di dapat dari sumbangan umat dan bazar yang diadakan pada waktu itu. Selain kapel, di bangun juga sebuah pastoran kecil di seberang kapel (kini RB Melania). Di Bondongan Pater Van De Ridder OFM Conv dan Pater Hieronymus Van Vliet OFM Conv tinggal dan memulai karya mereka untuk melayani umat dan Kapel Bondongan menjadi stasi bagi Paroki St. Perawan Maria Bogor.

Selain Kapel dan Pastoran, karya Misi di Bondongan diperkuat dengan kehadiran Sr. Maria Sylvera RGS, Sr. M Rosary RGS, Sr. M Chrisostoma RGS dan Sr. M Luperta RGS dari Tarekat Gembala Baik (RGS) pada tanggal 7 Juli 1956. Para Suster Gembala Baik tinggal dibiara Bunda Maria Fatima satu kompleks dengan Kapel. Di kompleks yang luas itu, para Suster Gembala Baik memulai karya mereka dengan mengajar di SD pada tanggal 1 Agustus 1956. Pelan tapi pasti daerah Bondongan yang semula sepi lama kelamaan berkembang dengan kehadiran para Misionaris Konventual dan para Suster Gembala Baik, karya pendidikan menjadi sasaran utama dalam karya misi tersebut.

Bulan November 1957, Congregatio de Propaganda Fide mengumumkan untuk memisahkan Kabupaten Bogor dari Vikariat Apostolik Jakarta dan menggabungkan dengan Prefektur Apostolik Sukabumi. Perubahan wilayah ini berpengaruh dalam karya pelayanan. Setelah 30 tahun para Pater Konventual melayani Paroki St. Perawan Maria karena keterbatasan tenaga, para Konventual melepaskan Paroki St. Perawan Maria dan menyerahkan tongkat estafet pelayanan kepada para Pater Ordo Fransiskan (OFM). Misionaris Konventual meninggalkan Kota Bogor dengan membawa banyak kenangan termasuk diantaranya 3 orang pemuda dari Bogor yang tertarik untuk menjadi biarawan Konventual yakni Willybordus Marinka, Adeodatus L OFM Conv dan Paulus Lie Ka Kwi OFM Conv.

Kepergian Misionaris Konventual dari Paroki St. Perawan Maria dan Stasi Bondongan tidak memadamkan karya pelayanan dan pengembangan umat Katolik di Bogor. Para Misionaris Fransiskan melanjutkan karya pelayanan tersebut disertai seorang Imam dari Serikat Maria Monfortan, Pater Adrian Schellart SMM yang dalam masa pemulihan kesehatannya, tinggal dan membantu karya Pastoral di Bondongan .


Lahirnya Gereja St Fransiskus Asisi.

Tahun 1958, Prefektur Apostolik Bogor Mgr. Dr Nicolaus Geise OFM mempunyai pemikiran maju untuk perkembangan dunia pendidikan Imam di Keuskupan Bogor. Untuk itu Mgr. Geise meminta Romo Raden Mas Camilus Sutadi Tjiptokusumo Pr untuk menjajaki kemungkinan pembelian kompleks sekolah Chinese di daerah Sukasari. Di kompleks yang semula dimiliki oleh Almarhum Bapak Hoo Tian Hoei, telah berdiri bangunan sekolah Chinese Methodis School yang dikelola oleh Badan Pengurus Hua Chiua Yoen. Kemudian sekolah ini berganti nama menjadi Sekolah Nasional yang berada dibawah pengurus nasional.
Diatas tanah seluas 11.231 m2 terdapat 2 bangunan gedung tua yang berukuran besar dan kecil dengan gaya arsitektur Belanda. Gedung ini kosong hanya diperuntukkan menjadi tempat menyimpan karet mentah karena dibelakang gedung terdapat perkebunan karet.

Sekolah Cheng Chung yang kemudian menjadi Gereja St. Fransiskus Asisi

27 Oktober 1958, Romo RM C Tjiptokusumo Pr yang bertindak sebagai kuasa dari yayasan Bakti mengajukan permohonan kepada Menteri Agraria melalui Kepala Inspeksi Agraria di Bandung untuk pemindahan hak atas lahan tersebut dari Bapak Hoo Tian Hoei kepada Romo Rd Mas C.S. Tjiptokusumo Pr yang bertindak untuk dan atas nama Misi Katolik Bogor.

Setelah mendapat persetujuan dari Badan Pengurus Hua Chiua Yoen (Tjoa Koen Tian), Badan Pengurus Sekolah Nasional (Oey Tjin Bie), Kepala Kantor Inspeksi Sekolah Rakyat Kabupaten/ Kotapraja Bogor (RE Hidayat) dan Kepala Kantor Urusan Perumahan Daerah Swatantra Tingkat I Jawa Barat (R Sjarief Soerjanatamihardja) maka pada tanggal 13 Oktober 1959 ditandatanganilah surat perjanjian jual beli antara pihak penjual Ny. Thung Liong Oen-Hoo Goat Hiang dengan pihak pembeli atas nama Mgr. Dr Nicolaus Geise OFM.

Tahun 1961, Prefektur Apostolik Sukabumi ditingkatkan menjadi Keuskupan Bogor dan Mgr. Dr Nicolaus Geise OFM selaku Administrator Apostolik diangkat menjadi Uskup Bogor yang pertama. Pusat keuskupan dipindahkan dari Sukabumi ke Kota Bogor dan gereja St Perawan Maria di kukuhkan menjadi Gereja Katedral Bogor.

-sumber: parokisukasari.org